Warga Desak Audit Dana Desa Bibinoi: Dugaan Pemotongan Upah Tenaga Kerja Picu Gelombang Protes.

Halmahera Selatan, IdHeadline.com - Keresahan masyarakat Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, memuncak akibat dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa dalam proyek pembangunan pagar desa tahun anggaran 2024. Proyek sepanjang 100 meter senilai Rp102.540.600 tersebut kini menuai kontroversi, setelah warga menemukan indikasi kuat adanya pemotongan upah tenaga kerja secara sepihak oleh Kepala Desa, Munir Kasuba.

Berdasarkan data resmi, anggaran untuk upah pekerja tercatat sebesar Rp30.750.000, namun realisasi yang diterima para pekerja di lapangan hanya berkisar Rp15 juta. Ironisnya, dalam laporan pertanggungjawaban, dana tersebut disebut telah dibayarkan penuh. Ketimpangan antara laporan dan fakta ini memunculkan dugaan kuat adanya manipulasi anggaran.

Penjelasan Kades Bibinoi saat dimintai klarifikasi di depan massa aksi justru memperkeruh suasana. Ia berdalih bahwa separuh upah dipotong untuk membayar pajak, tanpa memberikan bukti pemotongan resmi ataupun penjelasan hukum yang jelas. “Kalau memang itu pajak, mana bukti potongnya? Ini bukan uang pribadi, ini dana rakyat. Kami menuntut transparansi, bukan akal-akalan,” tegas salah satu warga yang turut mengerjakan proyek tersebut.

Dari perspektif hukum perpajakan, pemotongan atas upah tenaga kerja hanya sah jika dilakukan sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015, yang menetapkan bahwa PPh 21 hanya dikenakan apabila penghasilan pekerja melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yakni Rp4,5 juta per bulan. Dalam kasus proyek borongan dengan nilai kecil seperti di Bibinoi, pemotongan pajak dianggap tidak relevan dan ilegal, apalagi tanpa dokumentasi formal.

Kondisi ini semakin mencurigakan karena hingga pertengahan 2025, Pemerintah Desa Bibinoi tidak pernah mempublikasikan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), maupun laporan realisasi Dana Desa tahun 2024 di tempat umum. Hal ini jelas melanggar prinsip keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Tokoh masyarakat, Gazali Kasuba, menyayangkan sikap Pemerintah Desa yang dinilainya sengaja menutup-nutupi pengelolaan anggaran. “Kalau memang dikelola sesuai aturan, kenapa takut membuka ke publik? Ini menunjukkan ada upaya sistematis menutup akses informasi,” tegasnya.

Desakan untuk dilakukan audit menyeluruh kini semakin kuat. Koordinator aksi, Asmawan Ibrahim, mendesak Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, agar segera menginstruksikan Inspektorat Daerah untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa Bibinoi. “Kalau Bupati serius menegakkan aturan, Bibinoi harus jadi prioritas audit. Jangan sampai ada kesan kebal hukum karena unsur keluarga,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa ini bukan semata isu politik, tetapi menyangkut integritas dan kepercayaan publik. Warga menuntut keadilan serta penegakan hukum tanpa pandang bulu. Jika audit menemukan adanya manipulasi atau penyalahgunaan wewenang, maka wajib diproses sebagai tindak pidana korupsi sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

“Kami tidak akan berhenti menuntut keadilan. Kalau pemerintah desa tidak bisa dipercaya, kami siap membawa persoalan ini ke ranah hukum. Kami ingin Dana Desa dikelola dengan jujur, bukan jadi ladang kepentingan pribadi,” tegas salah satu tokoh pemuda Bibinoi.

Kasus di Desa Bibinoi kini menjadi simbol penting dalam perjuangan masyarakat desa menuntut transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan Dana Desa yang bersih. Masyarakat berharap agar aparat pengawasan dan penegakan hukum tidak tinggal diam melihat potensi pelanggaran yang nyata dan terang-terangan.


Redaksi Halsel/*

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama